Lailatul Qadar adalah malam yang agung. 
Malam penuh kemuliaan. Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah 
selama seribu bulan. Siapa yang mendapatkan kemuliaannya sungguh ia 
manusia beruntung dan dirahmati. Sebaliknya, siapa yang luput dari 
kebaikan di dalamnya, sungguh ia termasuk manusia buntung dan merugi.
Kemuliaan Lailatul Qadar yang penuh 
keberkahan dapat dilihat dari pilihan Allah terhadapnya untuk menurunkan
 kitab terbaik-Nya dan syariat agama-Nya yang paling mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّا 
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ 
الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ 
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ 
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
 
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan
 tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik
 dari seribu bulan.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat 
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu 
(penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1-5)
Sesungguhnya Lailatul Qadar tidak 
seperti malam-malam selainnya. Pahala amal shalih di dalamnya sangat 
besar. Maka siapa yang diharamkan mendapatkan pahalanya, sungguh  ia 
tidak mendapatkan kebaikan malam itu. Oleh karenanya, sudah sewajarnya 
seorang muslim menghidupkan malam tersebut dengan bersungguh-sungguh 
melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah secara maksimal. Dan 
menghidupkannya harus didasarkan kepada iman dan berharap pahala kepada 
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam hadits shahih:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat 
malam di bulan Ramadan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan 
mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
 
"Barangsiapa yang menunaikan shalat 
malam di Lailatul Qadar imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan 
mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang waktu turunnya Lailatul Qadar tersebut. Beliau bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَان 
"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Lalu beliau menjelaskan lebih rinci lagi tentang waktunya dalam sabdanya,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari)
Yaitu malam-malam ganjil dari bulan 
Ramadhan secara hakiki. Yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Lalu 
sebagian ulama merajihkan (menguatkan), Lailatul Qadar berpiindah-pindah
 dari dari satu malam ke malam ganjil lainnya pada setiap tahunnya. 
Lailatul Qadar tidak melulu pada satu malam tertentu pada setiap 
tahunnya.
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata:
 "Ini adalah yang zahir dan terpilih karena bertentangan di antara 
hadits-hadits shahih dalam masalah itu. tidak ada jalan untuk menjama' (mengompromikan) di antara dalil-dalil tersebut kecuali dengan intiqal (berpindah-pindah)-nya."
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih 
Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang 
Lailatul Qadar di atas, "Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat 
pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah 
di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. 
Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27,
 ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua 
tahun. Buktinya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي 
أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا 
فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي 
أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
"Sungguh aku telah diperlihatkan 
Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah 
Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. 
Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."
Abu Sa'id berkata: "Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Demikian kumpulan hadits yang 
menyinggung tentang masalah Lailatul Qadar. Wallahu A'lam." (Selesai 
ulasan dari Shahih Fiqih Sunnah: III/202-203)
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram
 (Ta'liq atas Bulughul Maram) hal 197, mengatakan, "Pendapat yang paling
 rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada pada malam ganjil di 
sepuluh hari terakhir. Ia bisa berpindah-pindah, terkadang di malam ke 
21, terkadang pada malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang 
pada malam ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan 
terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat dalam 
hadits ini (hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam ke 27, dan 
sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di malam 21 dan 23, 
maka itu pada tahun tertentu, tidak pada setiap tahun. Tetapi perkiraan 
orang yang meyakininya itu berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka 
sesuai dengan perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang 
banyak dalam penetapannya."
Tanda-tanda Lailatul Qadar 
Disebutkan juga oleh Syaikh Ibnu 
'Utsaimin rahimahullah bahwa Lailatul Qadar memiliki beberapa 
tanda-tanda yang mengiringinya dan tanda-tanda yang datang kemudian.
Tanda-tanda yang megiringi Lailatul Qadar:
- Kuatnya cahaya dan sinar pada malam itu, tanda ini ketika hadir tidak dirasakan kecuali oleh orang yang berada di daratan dan jauh dari cahaya.
- Thama'ninah (tenang), maksudnya ketenangan hati dan lapangnya dada seorang mukmin. Dia mendapatkan ketenanangan dan ketentraman serta lega dada pada malam itu lebih banyak dari yang didapatkannya pada malam-malam selainnya.
- Angin bertiup tenang, maksudnya tidak bertiup kencang dan gemuruh, bahkan udara pada malam itu terasa sejuk.
- Terkadang manusia bisa bermimpi melihat Allah pada malam itu sebagaimana yang dialami sebagian sahabat radliyallah 'anhum.
- Orang yang shalat mendapatkan kenikmatan yang lebih dalam shalatnya dibandingkan malam-malam selainnya.
Tanda-tanda yang mengikutinya:
Matahari akan terbit pada pagi harinya 
tidak membuat silau, sinarnya bersih tidak seperti hari-hari biasa. Hal 
itu ditunjukkan oleh hadits Ubai bin Ka'b radliyallah 'anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan kepada kami: "Matahari terbit pada hari itu tidak membuat silau." (HR. Muslim)
Siapa yang merindukan Lailatul Qadar 
hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam sisa hari Ramadhan ini, khususnya 
di sepuluh hari terakhirnya. Semoga satu dari sepuluh malam terakhir 
yang kita hidupkan tersebut adalah Lailatul Qadar. Sehingga kita 
mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar. Selain itu, esungguhan ini 
adalah bentuk iqtida' (mengikuti dan mencontoh) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
 kita juga memperbanyak doa dan pengharapan kepada-Nya untuk kebaikan 
diri kita, keluarga, dan kaum muslimin secara keseluruhan. Amiin! 
[PurWD/voa-islam.com]
Edited By tryingtosharing.blogspot.com
sumber http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2013/07/30/26074/tandatanda-malam-lailatul-qadar/ 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar